Selasa, 03 Februari 2015

Dunia se-Lebar Daun Kelor

           Suatu proyek saya sedang bangun bersama dengan sarjana lulusan baru universitas terkemuka yang ada di indonesia timur. saat itu beliau sedang mencari - cari peluang kerja, dari cara online juga mengajukan lamaran dibeberapa perusahan yang sesuai dengan keahliannya. Ditengah pencarian itu saya coba menghubunginya melalui handphone. Untuk menanyakan kabar sekaligus menantang kemampuan dan keahlian yang beliau dapatkan sejak menuntut ilmu pada perguruan tinggi.
 saya tidak menyangka bahwa beliau memiliki plan sehebat itu. saya cuma bermaksud mengambil bagian dari pengetahuan yang dia miliki dengan bimbingan khusus. tapi beliau mengajukan plan proyek yang sekarang sudah berjalan sebagaimana mestinya. Tidak sia – sia beliau menuntut ilmu selama beberapa tahun lebih lama dibandingkan ketepatan yang seharusnya dijalani mahasiswa pada aturannya.


          Proyek yang dimaksud adalah biasa saja baginya, sebuah tim blogger berbasis PPC dan Online Marketing. Sebelum memahami semua hal yang berkaitan dengan blog awalnya saya berfikir bahwa aktivitas networking adalah semata – mata penipuan belaka. Tibalah pada waktunya saya harus mengangkat kedua jari jempol saya dan itu tidak cukup untuk mengungkapkan rasa syukur saya pada kinerja kami, pada aktivitas online ini. Maka dari itu saya mesti banyak bersujud syukur, merendahkan diri atas ketidakpahaman dan anggapan buruk saya terkadang pada suatu hal.
     

       Baginya adalah biasa tetapi bagi saya adalah luarbiasa. Baginya pada suatu hal yang simple harus ada usaha tapi bagi saya adalah hadiah terbaik yang didapatkan hanyalah saat kinerja mulai menunjukkan hasil, tetapi keadaan sehat – sehat saja. Pada kemajuan proyek itu akan mampu mengubah keadaan dan juga pencitraan dunia pendidikan terhadap masyarakat tempat domisili saya saat ini.


        Sebelumnya saya berdomisili didaerah yang sama dengan beliau, sama dalam hal kesadaran tentang pendidikan dan keutamaan menuntut ilmu. Namun sejak beberapa tahun terakhir ini saya merasa telah terdampar dipinggir laut bersama para nelayan yang tidak tahu aturan berlalu lintas. Bagaiamana mereka tahu aturan lalulintas sementara sejak mereka anak – anak hingga anak – anak mereka yang sekarang, menganggap sekolah dan pendidikan sebagai suatu yang main – main belaka.


       Para nelayan itu mandayung perahunya menyusuri muara, nelayan itu mengembangkan layar perahunya mengikuti arah mata angin. Mereka hanya berbelok ketika hendak bertabrakan dan dilaut belum pernah didapati lampu merah atau patung polisi yang sedang hormat atau simbol arahan berlalu lintas. Beberapa kalimat yang berhubungan dengan nelayan ini tidak bermaksud mengejek atau menghina tetapi hanya sekedar membangkitkan kesadaran pendidikan pada sebahagian nelayan didaerah – daerah tertentu. Jika ada kesamaan tokoh atau kejadian, mohon maaf yang sebesar – besarnya.


        Sementara itu kabar terakhir yang datang dari sederet informasi yang masuk dalam inbox saya tentang beliau saat ini. Sekarang beliau telah menyusuri beberapa negara asia tenggara dan mulai menetap di salah satu pulau yang terkenal dengan perdagangannya, untuk menerima keputusan perusahaan yang sedang dilamarnya. Meskipun saat ini beliau masih mencari kerja dan keadaan kami semakin jauh tapi keunggulan networking pada plan proyek blog kami tetap bisa termanage dengan baik secara bersama.


        Dunia tidak selebar daun kelor, itu kata pepatah lama. Beliau menjelajah dalam petualangan era modern juga sejuta pengalaman yang ditemui. Sementara aku tetap bersusah payah membangun keluarga sakinahku. Membanting tulang dengan cangkul diperkebunan desa, melihat anak – anak diawal bangun tidur dan tumbuh kembangnya sungguh benar – benar mendamaikan hatiku saat ini.







Sumur di Ladang

Jika ada sumur diladang boleh kita menumpang mandi... pantun ini terkadang didengar saat suatu acara hendak berakhir, pidato, ceramah maulid ataukah acara – acara lainnya ...bila ada umur yang panjang boleh kita bertemu lagi. Tapi makna sebenarnya pun bisa terjadi di kehidupan sehari – hari para petani yang sedang menggarap ladangnya. Mereka akan mandi dikebun yang terdapat sumur.
Namun sumur yang bagaimanakah ??, petani biasa mandi disitu. Yaitu sumur yang berair jernih dan dinginnya begitu natural, seperti batu dan tanah yang berpasir sebagai sumber mata airnya yang tidak pernah kering oleh kemarau yang panjang sekalipun. Itulah mengapa saat kemarau datang maka para petani tidak sekedar mandi tetapi manjadikan sumur sebagai pokok ketahanan tumbuhan diladang – ladang mereka.

Air yang tetap jernih itu menyirami tanaman yang ada disekitarnya. Meskipun tidak bisa digunakan dengan skala ladang besar tapi itu cukup memenuhi kebutuhan. Tanaman sayur wortel, timun, kacang hijau, kacang panjang, dan ada banyak lagi tanaman sayur semacamnya. Tanaman buah semangka, kacang tanah, dan bahkan petani kakao pun menggunakan sumur diladang untuk menyiram tanamannya agar tidak mati kekeringan.

Tapi sumur yang berair keruh dengan lokasi yang tidak strategis, persis berada ditengah rimbun pohon kenari dan kakao. Sehingga saat dedaunan pohon – pohon itu berguguran maka air keruh dari sumur itu hanya bisa diambil dengan menyingkirkan daun – daun yang berenang dipermukaannya. Tidak bisa digunakan untuk menumpang mandi, hanya saja masih bisa digunakan untuk mengisi tangki semprotan.

Pernah juga sumur  diantara rerimbunan pohon kenari itu menjadi perangkap biawak berukuran besar. Beberapa bulan didalam sumur berair keruh itu, entah apa yang biawak itu makan didalam sumur hingga bertahan 2 bulan. Bahkan bulan ketiga biawak kedua terperangkap lagi. Jika dihitung cara matematika sudah ada dua ekor biawak dalam sumur berair keruh.

Para petani yang masih menjalani hari – hari kemarau berdebu, mengacuhkan saja kedua biawak itu dan mereka tetap menyingkirkan dedaunan kakao dan kenari pada genangan airnya, menimba, menyiram tanaman – tanaman.  mereka terus berlalu lalang membiarkan 2 ekor biawak  pada satu sumur yang sama. Dalam benak lama saya beranggapan jika biawak itu telah menemui jodohnya didalam sumur.

Meskipun tidak bisa saya pastikan bahwa keduanya bisa saja betina atau jantan semua. tapi saya anggap saja bahwa biawak itu adalah sepasang karena bisa saja yang satunya betina dan yang satunya jantan. Ketidaktahuan saya juga tidak dimengerti kebanyakan petani – petani kebun itu. Yang tahu pasti adalah biawak – biawak itu, karena mereka yang menjalani ”cinta lokasi”.



Hingga sudah hampir empat bulan sumur berair keruh itu dihuni biawak. Suatu hari pemilik kebun berinisiatif mengangkat biawak – biawak itu dari dalam sumur. Karena kedalamannya agak sulit terjangkau dengan dinding sumur yang berbentuk persegi. Sehingga sang pemilik kebun hanya mampu mengail satu ekor biawak saja. Hari terus berganti, berlalu seperti biasa para petani hanya membiarkan saja biawak itu. mereka hanya bermaksud mengambil air menyiram tanaman – tanaman mereka, dan itu saja yang mereka lakukan. Tidak peduli dengan biawak.

Biawak yang lebih dulu terperangkap ataukah biawak yang dua bulan kemudian baru terperangkapkah yang telah dikail, itu tidak bisa dipastikan. Yang pasti adalah seekor biawak telah bebas dari perangkap sumur berair keruh. Tinggallah kini seekor lagi menduda dalam kesendirian, gelap, berdaun coklat dan entah apa yang biawak itu makan hingga sanggup bertahan pada bulan keempat.

Bulan berlalu, musimpun berganti pancarobah terjadi pada pertengahan bulan keempat sang biawak terperangkap. Guruh gemuruh guntur dan semarak kilat sambar menyambar, mendung pertanda hujan. Malam hari hujan turun dengan lebatnya membuat bumi hidup setelah mati keringnya. Kini para petani tidak perlu lagi menimba air disumur persegi yang ada diantara rimbun kenari itu. mereka layak perbanyak syukurnya.

Petani memang tidak lagi menimba air disumur, tetapi biawak itu masih dalam kejenuhan sumur dengan air yang keruh. Sempat kulihat pada hari sabtu pagi dan ini merupakan minggu ketiga musim hujan, biawak itu masih berenang – renang diantara daun – daun coklat. Namun apa yang terjadi pada akhir pekan ini setelah sore hari hujan tidak pernah berhenti turun dengan derasnya hingga hari senin.


Air muara meluap, naik hingga satu meter dari permukaan sumur. Sejak senin para petani kebun libur dan baru bisa berangkat setelah air turun kepermukaan pada hari kamis. Dipundak belakangku kubawa tangki semprotan untuk mematikan rumput – rumput yang hampir berbentuk semak belukar itu. menuju sumur diantara rimbun kenari bermaksud mengisi tangki semprotan dengan airnya yang keruh dan tidak kulihat lagi biawak itu. sang biawak kini telah menemui kebebasannya. Kebebasan yang dinanti – nantikannya selama berbulan – bulan hanya dengan air keruh, daun – daun kenari dan kakao coklat.